Sunday, June 7, 2015

Wajibnya Sholat Berjama’ah di Masjid



Al Ustadz Abu Rosyid  
Shalat berjama’ah adalah termasuk dari sunnah Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur yang syar’i. Bahkan ketika Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat berjama’ah di masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakr untuk mengimami para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.
Kalau kita membaca dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya Al-Qur`an, As-Sunnah serta pendapat dan amalan salafush shalih maka kita akan mendapati bahwa dalil-dalil tersebut menjelaskan kepada kita akan wajibnya shalat berjama’ah di masjid. Di antara dalil-dalil tersebut adalah:
1. Perintah Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama Orang-orang yang Ruku’
Dari dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya): "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’." (Al-Baqarah:43).

Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat berjama’ah: "Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya (yanga artinya): "Dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’." (Al-Baqarah:43), Allah Ta’ala memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, yang demikian itu dengan bergabung dalam ruku’ maka ini merupakan perintah menegakkan shalat berjama’ah. Muthlaqnya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya." (Bada`i’ush-shana`i’ fi Tartibisy-Syara`i’ 1/155 dan Kitabush-Shalah hal.66).

2. Perintah Melaksanakan Shalat Berjama’ah dalam Keadaan Takut

Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman (yang artinya): "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata". (An-Nisa`:102).
Maka apabila Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan takut maka dalam keadaan aman adalah lebih ditekankan lagi (kewajibannya). Dalam masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: "Ketika Allah memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan takut menunjukkan dalam keadaan aman lebih wajib lagi." (Al-Ausath fis Sunan Wal Ijma’ Wal Ikhtilaf 4/135; Ma’alimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy 3/5).
3. Perintah Nabi untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda (yanga artinya): "Kembalilah kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah kalian, apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang di antara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) di antara kalian mengimami kalian." (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).
Maka Nabi yang mulia memerintahkan adzan dan mengimami shalat ketika masuknya waktu shalat yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya secara berjama’ah dan perintahnya terhadap sesuatu menunjukkan atas kewajibannya.
4. Larangan Keluar dari Masjid setelah Dikumandangkan Adzan
Sesungguhnya Rasulullah melarang keluar setelah dikumandangkannya adzan dari masjid sebelum melaksanakan shalat berjama’ah. Al-Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah memerintahkan kami, apabila kalian di masjid lalu diseru shalat (dikumandangkan adzan-pent) maka janganlah keluar salah seorang di antara kalian sampai dia shalat (di masjid secara berjama’ah-pent) (Al-Fathur-Rabbani Li Tartib Musnad Al-Imam Ahmad no. 297, 3/43).
5. Tidak Ada Keringanan dari Nabi bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Berjama’ah
Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum untuk meninggalkan shalat berjama’ah dan melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa ‘udzur sebagai berikut:
a. keadaannya yang buta,
b. tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid,
c. jauhnya rumahnya dari masjid,
d. adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang menghalanginya antara rumahnya dan masjid,
e. adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan
f. umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah rapuh.
Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang mengantarkanku ke masjid". Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan. Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu berkata: "Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?" ia menjawab "benar", maka Rasulullah bersabda: "Penuhilah panggilan tersebut."
Dan juga banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan akan wajibnya shalat berjama’ah di masjid bagi setiap muslim yang baligh, berakal dan tidak ada ‘udzur syar’i baginya.

Kaum Muslimah Lebih Utama Shalat di Rumahnya
Adapun bagi kaum muslimah maka yang lebih utama baginya adalah shalat di rumahnya daripada di masjid, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur`an: "Wa buyuutuhunna khairullahunna" (dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka) dan juga hadits-hadits yang sangat banyak yang menjelaskan keutamaan shalat di rumah bagi kaum muslimah. Tapi apabila kaum muslimah meminta idzin untuk shalat di masjid maka tidak boleh dilarang bahkan harus diidzinkan. Tetapi ketika dia keluar ke masjid harus memenuhi syarat-syaratnya yaitu menutupi aurotnya secara sempurna, tidak memakai wangi-wangian, tidak ditakutkan menimbulkan fitnah dan yang lainnya yang telah dijelaskan para ‘ulama.

Syaikhul Islam menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu shalatnya muslimah di masjid lebih utama dari pada di rumah ketika di masjid terdapat pelajaran (ta’lim) yang disampaikan oleh ahlus sunnah, tetapi jika di masjid tidak ada kajian ‘ilmu maka shalat di rumah lebih baik daripada di masjid.

Mengambil Ilmu Agama Harus dari Orang yang Benar Manhajnya
Dan perlu di ketahui bahwa kita tidak boleh mengambil ‘ilmu dari sembarang orang, tapi harus dari orang yang sudah jelas manhajnya dan terbukti berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman para shahabat. Kalau ia belum jelas manhajnya dan bahkan dia menyelisihi sunnah (seperti merokok, memotong jenggot, menurunkan kain di bawah mata kaki, bercampur baur dengan orang yang bukan mahramnya dan lainnya dari perkara-perkara yang menyelisihi Sunnah Rasulullah) maka tidak sepantasnya kita mengambil ‘ilmu darinya. Hal ini telah dijelaskan oleh Al-Imam Ibnu Sirin, di mana dia berkata: "Sesungghunya ilmu ini adalah agama maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dari mana ia mengambil agamanya.", dalam lafazh yang lain ia berkata: "Mereka (salafush-shalih) tidak menanyakan tentang isnad (suatu hadits) tetapi ketika terjadinya fitnah (setelah terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan-pent) maka mereka mengatakan: "sebutkan sanad kalian!" Maka ketika itu dilihat, apabila ‘ilmu (hadits) itu datang dari Ahlus Sunnah maka diambil haditsnya tetapi apabila datang dari Ahlul Bid’ah maka ditolak haditsnya." (Lihat Muqaddimah Shahih Muslim).

AKIBAT YANG JELEK BAGI ORANG YANG TIDAK MEMENUHI PANGGILAN UNTUK SUJUD
Dari dalil-dalil yang menunjukkan atas wajibnya shalat berjama’ah adalah apa yang telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dari jeleknya akibat orang yang tidak memenuhi/menjawab panggilan untuk sujud. Allah berfirman (yanga artinya): "Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud maka mereka tidak mampu (untuk sujud). (Dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud dan mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:42-43).

Yang dimaksud dengan "seruan untuk sujud" adalah seruan untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Berkata Turjumanul Qur`an ‘Abdullah bin ‘Abbas dalam menafsirkan ayat ini: "Mereka mendengar adzan dan panggilan untuk shalat tetapi mereka tidak menjawabnya" (Ruhul Ma’ani 29/36).

Dan sungguh tidak hanya seorang dari salafnya ummat ini yang menguatkan tafsiran ini, atas dasar inilah berkata Ka’ab Al-Ahbar: "Demi Allah tidaklah ayat ini diturunkan kecuali terhadap orang-orang yang menyelisihi dari (shalat) berjama’ah." (Tafsir Al-Baghawiy 4/283, Zadul Masir 8/342 dan Tafsir Al-Qurthubiy 18/251).
Telah Berkata Sa’id bin Jubair: "Mereka mendengar (panggilan) ‘Hayya ‘alal falaah’ tetapi tidak memenuhi panggilan tersebut." (Tafsir Al-Qurthubiy 18/151 dan Ruhul Ma’ani 29/36).
Berkata Ibrahim An-Nakha’iy: "Yaitu mereka diseru dengan adzan dan iqamah tetapi mereka enggan (memenuhi seruan tersebut)." (Ibid).
Berkata Ibrahim At-Taimiy: "Yakni (mereka diseru) kepada shalat yang wajib dengan adzan dan iqamah." (Tafsir Al-Baghawiy 4/283).
Dan sejumlah ahli tafsir telah menjelaskan juga bahwasanya dalam ayat ini terdapat ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat berjama’ah. Atas dasar/jalan ini berkata Al-Hafizh Ibnul Jauziy: "Dan dalam ayat ini terdapat ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat berjama’ah." (Zadul Masir 8/342).
Berkata Al-Imam Fakhrurraziy (tentang ayat): "Dan sungguh mereka pada waktu di dunia telah diseru untuk sujud sedang mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:43), yakni ketika mereka diseru kepada shalat-shalat (yang wajib) dengan adzan dan iqamah sedang mereka dalam keadaan sejahtera, mampu untuk melaksanakan shalat. Dalam ayat ini terdapat ancaman terhadap orang yang duduk (tidak menghadiri) dari shalat berjama’ah dan tidak memenuhi panggilan mu`adzdzin sampai ditegakkannya iqamah shalat berjama’ah." (At-Tafsirul-Kabir 30/96).
Dan berkata Al-Imam Ibnul Qayyim: "Dan telah berkata lebih dari satu dari salafush shalih tentang firman Allah Ta’ala: "Dan sungguh mereka pada waktu di dunia telah diseru untuk sujud sedang mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:43), yaitu ucapan mu`adzdzin: "hayya ‘alash-shalaah hayya ‘alal-falaah".
Dan ini merupakan dalil yang dibangun di atas dua perkara:
Yang pertama: bahwasanya memenuhi panggilan itu adalah wajib
Yang kedua: tidak bisa memenuhi panggilan tersebut kecuali dengan hadir dalam shalat berjama’ah.
Hal tersebut di atas (kewajiban shalat berjama’ah di masjid-pent) adalah yang telah difahami oleh golongan yang paling ‘alim dari ummat ini dan yang paling fahamnya yaitu dari kalangan para shahabat radhiyallahu ‘anhum. (Ibnul Qayyim, Kitabush shalah hal. 65).
Dan yang menguatkan akan wajibnya shalat berjama’ah juga adalah apa yang telah disebutkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas dari jeleknya akibat orang yang meninggalkannya. Sungguh Al-Imam Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Mujahid dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: Telah berselisih atasnya seorang laki-laki yang berpuasa sepanjang siang dan shalat sepanjang malam tapi tidak menghadiri shalat jum’at dan tidak pula shalat berjama’ah, maka ia berkata: "Dia di neraka." (Al-Mushannaf 1/346 dan Jami’ut-Tirmidzi 1/188 dicetak dengan Tuhfatul Ahwadzi).
Sebagai penutup kami bawakan ucapannya Ibrahim bin Yazid At-Taimiy, ia berkata: "Apabila Engkau melihat/mendapatkan orang yang mengenteng-entengkan (bermudah-mudahan) dalam masalah takbiratul ihram, maka bersihkanlah badanmu darinya." (Siyar A’lamin Nubala` 5/62, lihat Dharuratul Ihtimam hal. 83).
Dari ucapan beliau ini, terdapat isyarat agar kita berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan takbiratul ihram dalam shalat berjama’ah. Maka seyogyanya bagi kita untuk memperhatikan aktivitasnya masing-masing. Hendaklah ketika keluar atau bepergian melihat waktu shalat. Ketika waktu adzan dikumandangkan sebentar lagi sekitar 5 atau 10 menit maka kita selayaknya memperhatikannya, apakah keluarnya kita bisa mengejar untuk mendapatkan takbiratul ihram atau tidak? Jika tidak, lebih baik kita menunggu sampai kita selesai melaksanakan shalat. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mencintai Sunnah Rasulullah, mengamalkannya, menjaganya dengan sebaik-baiknya dan membelanya dari para penentangnya, Amin. Wallahu a’lamu bish-shawab.
Maraji’:
1. Ahammiyyatu Shalatil Jama’ah, Dr. Fadhal Ilahi
2. Dharuratul Ihtimam bissunnanin Nabawiyyah, Asy-Syaikh ‘Abdussalam bin Barjas
3. Shahih Muslim
4. Fatwa-fatwa Asy-Syaikh Al-Albaniy

Penulis adalah Asisten Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Sumber: Buletin Al Wala’ Wal Bara’
Judul Asli: Sholat Berjamaah di Masjid, Wajibkah?
Edisi ke-37 Tahun ke-1 / 29 Agustus 2003 M / 01 Rajab 1424 H 
Penulis adalah Asisten Ustadz Abu Hamzah Yusuf 

Saturday, June 6, 2015

Bacon and Egg Doughnuts! Perfect for Real and Made-Up Holidays

I’ve always wanted to try making some kind of sweet/savory bacon-studded fritter using pâte à choux, also known as that stuff you make cream puffs with. It’s such beautifully rich, eggy dough, yet fries up to a surprisingly light, puffy texture.

Today is National Doughnut Day, as you know if you’ve been on Twitter in the last 48 hours, and so I decided to give it a go, and called it a "doughnut" in a cheap attempt to garner extra National Doughnut Day web traffic. That's also why I keep mentioning National Doughnut Day.

I went full breakfast theme, and topped mine with a little maple syrup, but feel free to get your beignet on, and cover them with a pile of powdered sugar. That’s not my preference, due to the mustache issue mentioned in the clip, but people with hair-free lips seem to like it.

Whether you’re going to surprise dad with a plate of these for Fathers Day, or you just want to tell your friends and co-workers you made bacon and egg doughnuts, I hope you give these a try soon. Enjoy!


Ingredients for 8 to 10 small Bacon and Egg Doughnuts:
(this is a half a recipe, so I would highly recommend doubling everything)
6 strips bacon, sliced, browned, cooled, and chopped (save some for the tops)
1/2 cup plus 1 tbsp cold water
4 tbsp unsalted butter
1/8 tsp salt
1 tablespoon sugar
pinch of fresh nutmeg
1/2 cup all-purpose flour
1/4 tsp vanilla extract
2 large eggs
vegetable oil for deep frying
maple syrup to garnish

- Fry at 350 F. for about 7 minutes, turning often, until puffed and well-browned
* If doing in batches, hold in a warm oven

Jadilah Dokter Bukan Hakim

 Bismillah Assalamu Alaikum


Kesehatan adalah mahkota di atas kepala orang-orang yang sehat, hanya orang sakit saja yang dapat melihat mahkota tersebut. Sering kita merasakan betapa besarnya nikmat sehat di kala sakit.

Seorang muslim saat sakit, ia sabar mengharapkan rahmat Allah berupa penghapusan dosa, bertambahnya pahala dan ketinggian derajat di sisiNya. Ia berdoa kepada Allah memohon kesembuhan. Ia berikhtiar berobat dengan jalan yang diperbolehkan syariat. Ia berobat dengan doa, sedekah, ruqiyah, minum air zam-zam dan berobat ke dokter.

Ia tidak berobat ke dukun. Ia tidak berobat ke paranormal atau “orang pintar”. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun lalu ia membenarkannya dengan apa yang ia katakan maka ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad” (Hadits Shahih riwayat Ahmad dan Hakim).

Sesungguhnya ada penyakit yang lebih berbahaya dari penyakit fisik. Yaitu penyakit hati berupa kesyirikan, beribadah tanpa mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sombong, iri dengki, tamak terhadap harta, riya dan maksiat lainnya yang sering tidak disadari apalagi diobati.

Penyakit-penyakit hati bahayanya tidak saja membinasakan penderitanya di dunia tapi juga di akhirat akan mendapatkan siksa yang pedih. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita “Qalbun Salim”. Kewajiban setiap muslim untuk mengobati penyakit hati. Mengobatinya dengan berdoa, membaca, memahami dan mengamalkan Al Quran, mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, berdakwah, amar makruf nahi mungkar dan saling menasehati dengan penuh kasih sayang.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (Wafat 751 H) berkata dalam kitab “Ar Ruuh“,

“Nasehat, merupakan perbuatan baik kepada orang yang Anda nasehati dalam bentuk kasih sayang, rasa kasihan, cinta dan cemburu. Nasehat itu semata-mata perbuatan baik didasari kasih sayang, kelembutan dan dimaksudkan hanya mencari ridha Allah. Nasehat merupakan kebaikan kepada makhlukNya. Ia bersikap lemah-lembut semaksimal mungkin dalam menjalankan nasehat tersebut dan sabar dalam menerima gangguan atau celaan dari orang-orang yang dinasehatinya. Ia bersikap seperti seorang dokter yang ahli. Ia penuh rasa kasih sayang kepada pasiennya yang menderita sakit komplikasi dan dalam keadaan setengah sadar. Ia sabar menghadapi kekurangajaran pasiennya dan tindak-tanduknya yang tidak tahu aturan. Dokter tersebut tetap bersikap lemah-lembut dan merayunya dengan berbagai cara dalam usahanya untuk meminumkan obat kepadanya. Begitulah sikap seorang pemberi nasehat”.
Jadilah dokter hati, bukan hakim! Kalau kita hobi memvonis orang lain maka kita tidak sedang mengobati. Malah mungkin memperparah penyakit, membinasakan diri dan orang lain. Bukan berarti kita tidak boleh memvonis. Memvonis kadang diperlukan dengan syarat ikhlas, dengan data yang akurat, tidak kadaluwarsa dan memperhatikan maslahat atau madharat. Setiap ucapan dan tulisan kita akan dipertanggungjawabkan kelak di hari akhirat.
Keterbatasan kita banyak sekali. kurang ilmu, lemah iman, sedikit ibadah dan rapuh akhlak. Kita harus memperbaiki diri dan mendidik keluarga. Kita akan ditanya di akhirat kelak atas amanat ini.
Saudara-saudara kita yang mukhlis dan sedang membangun kejayaan Islam, jika mereka salah apakah kita cukup memvonis saja? Pernahkah kita berdoa di tempat dan waktu yang mustajab untuk perbaikan diri kita dan mereka? Sejauh mana upaya kita untuk menyelamatkan diri kita dan mereka dari belitan iblis dan kungkungan hawa nafsu yang membutakan?
Apakah cara kita sudah tepat dan bijak dalam amar ma’ruf nahi mungkar? Kita berusaha seoptimal mungkin menjadikan orang lain menyadari dan memperbaiki kesalahannya bukan malah lari dari kebenaran dan antipati terhadap pendukung kebenaran. Semoga Allah memberikan taufik dan memberkahi waktu, ilmu dan dakwah kita.

Semoga Allah meluruskan niat kita, menjaga lisan kita dan memudahkan kita untuk banyak beramal shalih sebagai bekal kita pulang ke kampung akhirat.

Jadilah dokter hati guna memperbaiki diri, keluarga dan masyarakat! Mahasuci Engkau ya Allah dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang patut disembah kecuali Engkau, aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
(Dari buku “MEREKA MENANTI KITA” Oleh: Fariq Gasim Anuz, Penerbit: Daun Publishing, cet ke 3 Januari 2015)

Friday, June 5, 2015

Kartu Kredit MasterCard GRATIS dan Bonus Saldo $25 dari Payoneer Gratiss 100%

Kartu Kredit MasterCard GRATIS dan Bonus Saldo $25 dari Payoneer

Kali ini saya akan share mengenai cara mendapatkan Kartu Kredit MasterCard Gratis dan Bonus Saldo $25 dari Payoneer. Ternyata tidak semua orang Indonesia bisa mendapatkan Kartu Kredit dari Payoneer hanya dengan daftar disini, Anda bisa mendapatkan kartu debit gratis keluaran dari Bank Royal Scotland.

Sekarang saya ingin memberikan informasi bagaimana mendapatkan Kartu Kredit tersebut secara Gratis. Anda tidak perlu khawatir kartu tersebut legal, aman dan terpercaya dan yg paling penting gratis. Nah bagaimana cara memperoleh kartu tsb dan memperoleh penghasilan disini ? Beberapa hari ini Pengajuan Kartu Kredit gratis dari Payoneer yang saya lakukan telah sampai ke rumah saya dengan baik.
Nah, dalam posting kali ini akan saya bagikan cara melakukan pengajuan Kartu Kredit gratis dari Payoneer. Bacalah baik-baik dan ikuti langkah-langkahnya.
Silahkan ikuti langkah-langkah di bawah ini :
1. Silahkan masuk ke pengajuan Kartu Kredit gratis Payoneer. KLIK DISINI.
http://share.payoneer-affiliates.com/v2/share/6156781934718733209
 Tampilan Halaman Pengajuan Credit Card Gratis Payoneer
2. Klik Sign Up.

3. Akan keluar formulir pengajuan kartu kredit seperti di bawah ini :
Form Pengajuan Kartu Kredit Payoneer

4. Pada Bagian Cardholder Details silahkan isi sesuai ketentuan.
Phone Number: No telp Anda, misalnya no telp Anda: 021 1234567 maka buat 6221 1234567 atau no hp Anda 081xxxxx maka buat 6281xxxxx.( harus pakai kode 62, yaitu kode telphone Indonesia)
5. Pada Step 2, silahkan masukkan sesuai permintaan :

6. Pada Step 3, silahkan diisi sesuai ketentuan :

7. Klik Finish.

8. Setelah formulir sudah terisi dengan lengkap dan benar, maka anda akan mendapatkan e-mail konfirmasi dimana estimasi tanggal kedatangan kartu kredit anda akan tercantum di dalamnya.

Nah, silakan tunggu kedatangan kartu kredit gratis anda dari Payoneer. Menurut sumber, akan dikirim setelah beberapa minggu.


Cara Mendapatkan Bonus Saldo $25 dari Payoneer

Untuk mendapatkan bonus saldo $25 masuk ke Debit Card Payoneer, anda diwajibkan untuk mengikuti afiliasi dari payoneer dengan mendaftar payoneer terlebih dahulu. Kemudian mendaftarlah sebagai affiliat dari payoneer. Sharelah link affiliates payoneer kepada teman yang menggeluti bisnis online. Jika debit card payoneer dari teman yang mendaftar melalui link affiliates anda sudah berisi saldo $100 maka bonus $25 akan masuk ke payoneer anda. Demikian seterusnya semakin banyak anda mendapat reperral maka semakin besar pula potensi untuk mendapatkan bonus $25 perreferral dari Payoneer.


Bukti Pembayaran Bonus Saldo $25 dari Payoneer

Email Notifikasi

Detail transaksi di akun payoneer


http://share.payoneer-affiliates.com/a/clk/1DMs6h

Sekian dulu postingan saya tentang "Kartu Kredit MasterCard GRATIS dan Bonus Saldo $25 dari Payoneer". Semoga bermanfaat. : )

Thursday, June 4, 2015

Grilled Garlic & Herb Shrimp – Why We Grow Our Own

Now that we all have our very own culinary herb gardens, I thought I’d post a recipe that takes full advantage. This grilled garlic and herb shrimp recipe is very easy, IF you can just walk out into the backyard, and pick a handful of your own fresh, green sprigs.

Without that luxury, you’d have to buy four different bunches, and probably only use a little of each. What a waste. However, these are so amazingly delicious, if you don’t have a garden, you should do exactly that. Then plant the herb garden. 

While you're out buying stuff, pick up a mortar and pestle, if you don't already have one. A blender or food processor won't produce the same intense flavors as this primitive tool. It's all about the compounds released by the crushing, or at least that's what I've been told.

Try to get the largest shrimp you can find, since that will allow for maximum grilling time, which equals maximum caramelization, which is where so much of the flavor comes from. So, whether you have an herb garden or not, I really hope you give these great grilled shrimp a try soon. Enjoy!


Ingredients for 6 servings:
*Note: I just guessed at these amounts because it’s that kind of a recipe.
2 pounds 16/20 peeled and deveined shrimp
1 1/2 tsp kosher salt
1/2 tsp lemon zest
3 or 4 cloves of garlic, sliced thin
1/2 cup of fresh picked and chopped herbs
I used basil, Italian parsley, oregano, and lemon thyme (everything works, but be careful with rosemary, as it can be over-powering)
About 4 to 6 tbsps of olive oil, or as needed
- Use 2/3 for the marinade, and save the other 1/3 for the sauce

For the sauce:
Reserved garlic herb marinade
Red chili flakes and cayenne to taste
Juice of 1/2 lemon
1 tbsp olive oil
season to taste

Siapakah WAHABI ???


Al Ustadz Ruwaifi’ Bin Sulaimi Lc. 
Selubung Makar di Balik Julukan Wahhabi
Di negeri kita bahkan hampir di seluruh dunia Islam, ada sebuah fenomena ‘timpang’ dan penilaian ‘miring’ terhadap dakwah tauhid yang dilakukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi An-Najdi rahimahullahu [1]. Julukan Wahhabi pun dimunculkan, tak lain tujuannya adalah untuk menjauhkan umat darinya. Dari manakah julukan itu? Siapa pelopornya? Dan apa rahasia di balik itu semua …?
Para pembaca, dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan dakwah pembaharuan terhadap agama umat manusia. Pembaharuan, dari syirik menuju tauhid dan dari bid’ah menuju As-Sunnah. Demikianlah misi para pembaharu sejati dari masa ke masa, yang menapak titian jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Fenomena ini membuat gelisah musuh-musuh Islam, sehingga berbagai macam cara pun ditempuh demi hancurnya dakwah tauhid yang diemban Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Musuh-musuh tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Di Najd dan sekitarnya:
  • Para ulama suu’ yang memandang al-haq sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai al-haq.
  • Orang-orang yang dikenal sebagai ulama namun tidak mengerti tentang hakekat Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.
  • Orang-orang yang takut kehilangan kedudukan dan jabatannya.
(Lihat Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’ad Asy-Syuwai’ir hal.90-91, ringkasan keterangan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz)
2. Di dunia secara umum:
Mereka adalah kaum kafir Eropa; Inggris, Prancis dan lain-lain, Daulah Utsmaniyyah, kaum Shufi, Syi’ah Rafidhah, Hizbiyyun dan pergerakan Islam; Al-Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Al-Qaeda, dan para kaki tangannya.
Bentuk permusuhan mereka beragam. Terkadang dengan fisik (senjata) dan terkadang dengan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya. Adapun fisik (senjata), maka banyak diperankan oleh Dinasti Utsmani yang bersekongkol dengan barat (baca: kafir Eropa) –sebelum keruntuhannya–. Demikian pula Syi’ah Rafidhah dan para hizbiyyun. Sedangkan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya, banyak dimainkan oleh kafir Eropa melalui para missionarisnya, kaum shufi, dan tak ketinggalan pula Syi’ah Rafidhah dan hizbiyyun [2]. Dan ternyata, memunculkan istilah ‘Wahhabi’ sebagai julukan bagi pengikut dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, merupakan trik sukses mereka untuk menghempaskan kepercayaan umat kepada dakwah tauhid tersebut. Padahal, istilah ‘Wahhabi’ itu sendiri merupakan penisbatan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Penisbatan (Wahhabi -pen) tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya bentuk penisbatannya adalah ‘Muhammadiyyah’, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahhab.” (Lihat Imam wa Amir wa Da’watun Likullil ‘Ushur, hal. 162)
Tak cukup sampai di situ. Fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya menjadi sejoli bagi julukan keji tersebut. Tak ayal, yang lahir adalah ‘potret’ buruk dan keji tentang dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang tak sesuai dengan realitanya. Sehingga istilah Wahhabi nyaris menjadi momok dan monster yang mengerikan bagi umat. Fenomena timpang ini, menuntut kita untuk jeli dalam menerima informasi. Terlebih ketika narasumbernya adalah orang kafir, munafik, atau ahlul bid’ah. Agar kita tidak dijadikan bulan-bulanan oleh kejamnya informasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu.
Meluruskan Tuduhan Miring tentang Wahhabi
1. Tuduhan: Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang mengaku sebagai Nabi [3], ingkar terhadap Hadits nabi [4], merendahkan posisi Nabi, dan tidak mempercayai syafaat beliau.
Bantahan:
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang sangat mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini terbukti dengan adanya karya tulis beliau tentang sirah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik Mukhtashar Siratir Rasul, Mukhtashar Zadil Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad atau pun yang terkandung dalam kitab beliau Al-Ushul Ats-Tsalatsah.

Beliau berkata: “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat –semoga shalawat dan salam-Nya selalu tercurahkan kepada beliau–, namun agamanya tetap kekal. Dan inilah agamanya; yang tidaklah ada kebaikan kecuali pasti beliau tunjukkan kepada umatnya, dan tidak ada kejelekan kecuali pasti beliau peringatkan. Kebaikan yang telah beliau sampaikan itu adalah tauhid dan segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan kejelekan yang beliau peringatkan adalah kesyirikan dan segala sesuatu yang dibenci dan dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus beliau kepada seluruh umat manusia, dan mewajibkan atas tsaqalain; jin dan manusia untuk menaatinya.” (Al-Ushul Ats-Tsalatsah)
 
Beliau juga berkata: “Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang karena mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahwa orang yang paling berbahagia adalah yang paling berilmu tentang ajaran para Rasul dan paling mengikutinya. Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan yang selamat dalam setiap agama. Dan dari umat ini adalah Ahlus Sunnah wal Hadits.” (Ad-Durar As-Saniyyah, 2/21)

Adapun tentang syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim–: “Aku beriman dengan syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaulah orang pertama yang bisa memberi syafaat dan juga orang pertama yang diberi syafaat. Tidaklah mengingkari syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini kecuali ahlul bid’ah lagi sesat.” (Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 118)
 
2. Tuduhan: Melecehkan Ahlul Bait
 
Bantahan:
 
Beliau berkata dalam Mukhtashar Minhajis Sunnah: “Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai hak atas umat ini yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Mereka berhak mendapatkan kecintaan dan loyalitas yang lebih besar dari seluruh kaum Quraisy…” (Lihat ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 1/446)

Di antara bukti kecintaan beliau kepada Ahlul Bait adalah dinamainya putra-putra beliau dengan nama-nama Ahlul Bait: ‘Ali, Hasan, Husain, Ibrahim dan Abdullah.
 
3. Tuduhan: Bahwa beliau sebagai Khawarij, karena telah memberontak terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah. Al-Imam Al-Lakhmi telah berfatwa bahwa Al-Wahhabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij ‘Ibadhiyyah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mu’rib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.
 
Bantahan:
 
Adapun pernyataan bahwa Asy-Syaikh telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah, maka ini sangat keliru. Karena Najd kala itu tidak termasuk wilayah teritorial kekuasaan Daulah Utsmaniyyah [5]. Demikian pula sejarah mencatat bahwa kerajaan Dir’iyyah belum pernah melakukan upaya pemberontakan terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah. Justru merekalah yang berulang kali diserang oleh pasukan Dinasti Utsmani. Lebih dari itu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan –dalam kitabnya Al-Ushulus Sittah–: “Prinsip ketiga: Sesungguhnya di antara (faktor penyebab) sempurnanya persatuan umat adalah mendengar lagi taat kepada pemimpin (pemerintah), walaupun pemimpin tersebut seorang budak dari negeri Habasyah.”Dari sini nampak jelas, bahwa sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap waliyyul amri (penguasa) sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan ajaran Khawarij.

Mengenai fatwa Al-Lakhmi, maka yang dia maksudkan adalah Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum dan kelompoknya, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Hal ini karena tahun wafatnya Al-Lakhmi adalah 478 H, sedangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat pada tahun 1206 H /Juni atau Juli 1792 M. Amatlah janggal bila ada orang yang telah wafat, namun berfatwa tentang seseorang yang hidup berabad-abad setelahnya. Adapun Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum, maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikutnya, Al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara, dan fitnah Wahhabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi, hubungan antara Najd dengan Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahwa Wahhabiyyah Khawarij yang diperingatkan Al-Lakhmi adalah Wahhabiyyah Rustumiyyah, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya [6].

Lebih dari itu, sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok Khawarij sangatlah tegas. Beliau berkata –dalam suratnya untuk penduduk Qashim–: “Golongan yang selamat itu adalah kelompok pertengahan antara Qadariyyah dan Jabriyyah dalam perkara taqdir, pertengahan antara Murji’ah dan Wa’idiyyah (Khawarij) dalam perkara ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, pertengahan antara Haruriyyah (Khawarij) dan Mu’tazilah serta antara Murji’ah dan Jahmiyyah dalam perkara iman dan agama, dan pertengahan antara Syi’ah Rafidhah dan Khawarij dalam menyikapi para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal 117). Dan masih banyak lagi pernyataan tegas beliau tentang kelompok sesat Khawarij ini.
 
4. Tuduhan: Mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka.[7]
 
Bantahan:
 
Ini merupakan tuduhan dusta terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, karena beliau pernah mengatakan: “Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/ makam) Abdul Qadir Jaelani dan yang ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami…?! Maha suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kedustaan yang besar.” (Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, hal. 203)
 
5. Tuduhan: Wahhabiyyah adalah madzhab baru dan tidak mau menggunakan kitab-kitab empat madzhab besar dalam Islam.[8]
 
Bantahan:
 
Hal ini sangat tidak realistis. Karena beliau mengatakan –dalam suratnya kepada Abdurrahman As-Suwaidi–: “Aku kabarkan kepadamu bahwa aku –alhamdulillah– adalah seorang yang berupaya mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pembawa aqidah baru. Dan agama yang aku peluk adalah madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dianut para ulama kaum muslimin semacam imam yang empat dan para pengikutnya.” (Lihat Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 75)

Beliau juga berkata –dalam suratnya kepada Al-Imam Ash-Shan’ani–: “Perhatikanlah –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu– apa yang ada pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shahabat sepeninggal beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Serta apa yang diyakini para imam panutan dari kalangan ahli hadits dan fiqh, seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai mereka–, supaya engkau bisa mengikuti jalan/ ajaran mereka.” (Ad-Durar As-Saniyyah 1/136)

Beliau juga berkata: “Menghormati ulama dan memuliakan mereka meskipun terkadang (ulama tersebut) mengalami kekeliruan, dengan tidak menjadikan mereka sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun mencemooh perkataan mereka dan tidak memuliakannya, maka ini merupakan jalan orang-orang yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala (Yahudi).” (Majmu’ah Ar-Rasa’il An-Najdiyyah, 1/11-12. Dinukil dari Al-Iqna’, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, hal.132-133)
 
6. Tuduhan: Keras dalam berdakwah (inkarul munkar)
 
Bantahan:
 
Tuduhan ini sangat tidak beralasan. Karena justru beliaulah orang yang sangat perhatian dalam masalah ini. Sebagaimana nasehat beliau kepada para pengikutnya dari penduduk daerah Sudair yang melakukan dakwah (inkarul munkar) dengan cara keras. Beliau berkata: “Sesungguhnya sebagian orang yang mengerti agama terkadang jatuh dalam kesalahan (teknis) dalam mengingkari kemungkaran, padahal posisinya di atas kebenaran. Yaitu mengingkari kemungkaran dengan sikap keras, sehingga menimbulkan perpecahan di antara ikhwan… Ahlul ilmi berkata: ‘Seorang yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar membutuhkan tiga hal: berilmu tentang apa yang akan dia sampaikan, bersifat belas kasihan ketika beramar ma’ruf dan nahi mungkar, serta bersabar terhadap segala gangguan yang menimpanya.’ Maka kalian harus memahami hal ini dan merealisasikannya. Sesungguhnya kelemahan akan selalu ada pada orang yang mengerti agama, ketika tidak merealisasikannya atau tidak memahaminya. Para ulama juga menyebutkan bahwasanya jika inkarul munkar akan menyebabkan perpecahan, maka tidak boleh dilakukan. Aku mewanti-wanti kalian agar melaksanakan apa yang telah kusebutkan dan memahaminya dengan sebaik-baiknya. Karena, jika kalian tidak melaksanakannya niscaya perbuatan inkarul munkar kalian akan merusak citra agama. Dan seorang muslim tidaklah berbuat kecuali apa yang membuat baik agama dan dunianya.”(Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 176)
 
7. Tuduhan: Muhammad bin Abdul Wahhab itu bukanlah seorang yang berilmu. Dia belum pernah belajar dari para syaikh, dan mungkin saja ilmunya dari setan![9]
 
Jawaban:
 
Pernyataan ini menunjukkan butanya tentang biografi Asy-Syaikh, atau pura-pura buta dalam rangka penipuan intelektual terhadap umat.

Bila ditengok sejarahnya, ternyata beliau sudah hafal Al-Qur’an sebelum berusia 10 tahun. Belum genap 12 tahun dari usianya, sudah ditunjuk sebagai imam shalat berjamaah. Dan pada usia 20 tahun sudah dikenal mempunyai banyak ilmu. Setelah itu rihlah (pergi) menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Bashrah, Ahsa’, Bashrah (yang kedua kalinya), Zubair, kemudian kembali ke Makkah dan Madinah. Gurunya pun banyak [10], di antaranya adalah:
  • Di Najd: Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman [11] dan Asy-Syaikh Ibrahim bin Sulaiman [12].
  • Di Makkah: Asy-Syaikh Abdullah bin Salim bin Muhammad Al-Bashri Al-Makki Asy-Syafi’i [13].
  • Di Madinah: Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif [14]. Asy-Syaikh Muhammad Hayat bin Ibrahim As-Sindi Al-Madani [15], Asy-Syaikh Isma’il bin Muhammad Al-Ajluni Asy-Syafi’i [16], Asy-Syaikh ‘Ali Afandi bin Shadiq Al-Hanafi Ad-Daghistani [17] , Asy-Syaikh Abdul Karim Afandi, Asy-Syaikh Muhammad Al Burhani, dan Asy-Syaikh ‘Utsman Ad-Diyarbakri.
  • Di Bashrah: Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmu’i [18]. Di Ahsa’: Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif Asy-Syafi’i.
 
8. Tuduhan: Tidak menghormati para wali Allah, dan hobinya menghancurkan kubah/ bangunan yang dibangun di atas makam mereka.
 
Jawaban:
 
Pernyataan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak menghormati para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan tuduhan dusta. Beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim–: “Aku menetapkan (meyakini) adanya karamah dan keluarbiasaan yang ada pada para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya saja mereka tidak berhak diibadahi dan tidak berhak pula untuk diminta dari mereka sesuatu yang tidak dimampu kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” [19]

Adapun penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas makam mereka, maka beliau mengakuinya –sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah–.[20] Namun hal itu sangat beralasan sekali, karena kubah/ bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdoa, berkurban dan bernadzar kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara Asy-Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul amri) untuk melakukannya, baik ketika masih di ‘Uyainah ataupun di Dir’iyyah.

Hal ini pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagaimana telah difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi, Azh-Zhahir At-Tazmanti dll, seputar penghancuran bangunan yang ada di pekuburan Al-Qarrafah Mesir. Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri berkata: “Aku tidak menyukai (yakni mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya dijadikan sebagai masjid.” Al-Imam An-Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab dan Syarh Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan di atas makam. Adapun Al-Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Al-Imam Az-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam Syarh Al-Kanz mengatakan: “Diharamkan mendirikan bangunan di atas makam.” Dan juga Al-Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan: “Penghancuran kubah/ bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, karena ia dibangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh, hal.284-286)
Para pembaca, demikianlah bantahan ringkas terhadap beberapa tuduhan miring yang ditujukan kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Untuk mengetahui bantahan atas tuduhan-tuduhan miring lainnya, silahkan baca karya-karya tulis Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kemudian buku-buku para ulama lainnya seperti:
  • Ad-Durar As-Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah, disusun oleh Abdurrahman bin Qasim An-Najdi
  • Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, karya Al-‘Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani Al-Hindi.
  • Raddu Auham Abi Zahrah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, demikian pula buku bantahan beliau terhadap Abdul Karim Al-Khathib.
  • Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi.
  • ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As Salafiyyah, karya Dr. Shalih bin Abdullah Al-’Ubud.
  • Da’watu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu’ayyidin, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, dan sebagainya.
Barakah Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan dakwah yang penuh barakah. Buahnya pun bisa dirasakan hampir di setiap penjuru dunia Islam, bahkan di dunia secara keseluruhan.

Di Jazirah Arabia [21]
Di Jazirah Arabia sendiri, pengaruhnya luar biasa. Berkat dakwah tauhid ini mereka bersatu yang sebelumnya berpecah belah. Mereka mengenal tauhid, ilmu dan ibadah yang sebelumnya tenggelam dalam penyimpangan, kebodohan dan kemaksiatan. Dakwah tauhid juga mempunyai peran besar dalam perbaikan akhlak dan muamalah yang membawa dampak positif bagi Islam itu sendiri dan bagi kaum muslimin, baik dalam urusan agama ataupun urusan dunia mereka. Berkat dakwah tauhid pula tegaklah Daulah Islamiyyah (di Jazirah Arabia) yang cukup kuat dan disegani musuh, serta mampu menyatukan negeri-negeri yang selama ini berseteru di bawah satu bendera. Kekuasaan Daulah ini membentang dari Laut Merah (barat) hingga Teluk Arab (timur), dan dari Syam (utara) hingga Yaman (selatan), daulah ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Daulah Su’udiyyah I. Pada tahun 1233 H/1818 M daulah ini diporak-porandakan oleh pasukan Dinasti Utsmani yang dipimpin Muhammad ‘Ali Basya. Pada tahun 1238 H/1823 M berdiri kembali Daulah Su’udiyyah II yang diprakarsai oleh Al-Imam Al-Mujahid Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Su’ud, dan runtuh pada tahun 1309 H/1891 M. Kemudian pada tahun 1319 H/1901 M berdiri kembali Daulah Su’udiyyah III yang diprakarsai oleh Al-Imam Al-Mujahid Abdul ‘Aziz bin Abdurrahman bin Faishal bin Turki Alu Su’ud. Daulah Su’udiyyah III ini kemudian dikenal dengan nama Al-Mamlakah Al-’Arabiyyah As-Su’udiyyah, yang dalam bahasa kita biasa disebut Kerajaan Saudi Arabia. Ketiga daulah ini merupakan daulah percontohan di masa ini dalam hal tauhid, penerapan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syariat Islam, keamanan, kesejahteraan dan perhatian terhadap urusan kaum muslimin dunia (terkhusus Daulah Su’udiyyah III). Untuk mengetahui lebih jauh tentang perannya, lihatlah kajian utama edisi ini/Barakah Dakwah Tauhid.

Di Dunia Islam [22]
Dakwah tauhid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merambah dunia Islam, yang terwakili pada Benua Asia dan Afrika, barakah Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menyelimutinya. Di Benua Asia dakwah tersebar di Yaman, Qatar, Bahrain, beberapa wilayah Oman, India, Pakistan dan sekitarnya, Indonesia, Turkistan, dan Cina. Adapun di Benua Afrika, dakwah Tauhid tersebar di Mesir, Libya, Al-Jazair, Sudan, dan Afrika Barat. Dan hingga saat ini dakwah terus berkembang ke penjuru dunia, bahkan merambah pusat kekafiran Amerika dan Eropa.

Pujian Ulama Dunia terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Dakwah Beliau
Pujian ulama dunia terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya amatlah banyak. Namun karena terbatasnya ruang rubrik, cukuplah disebutkan sebagiannya saja.[23]
1. Al-Imam Ash-Shan’ani (Yaman).
Beliau kirimkan dari Shan’a bait-bait pujian untuk Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya. Bait syair yang diawali dengan:
Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana
Walaupun salamku dari kejauhan belum mencukupinya

2. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu (Yaman). Ketika mendengar wafatnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau layangkan bait-bait pujian terhadap Asy-Syaikh dan dakwahnya. Di antaranya:
Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan
Referensi utama para pahlawan dan orang-orang mulia
Dengan wafatnya, nyaris wafat pula ilmu-ilmu agama
Wajah kebenaran pun nyaris lenyap ditelan derasnya arus sungai
3. Muhammad Hamid Al-Fiqi (Mesir). Beliau berkata: “Sesungguhnya amalan dan usaha yang beliau lakukan adalah untuk menghidupkan kembali semangat beramal dengan agama yang benar dan mengembalikan umat manusia kepada apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an…. dan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta apa yang diyakini para shahabat, para tabi’in dan para imam yang terbimbing.”
4. Dr. Taqiyuddin Al-Hilali (Irak). Beliau berkata: “Tidak asing lagi bahwa Al-Imam Ar-Rabbani Al-Awwab Muhammad bin Abdul Wahhab, benar-benar telah menegakkan dakwah tauhid yang lurus. Memperbaharui (kehidupan umat manusia) seperti di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Dan mendirikan daulah yang mengingatkan umat manusia kepada daulah di masa Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin.”
5. Asy-Syaikh Mulla ‘Umran bin ‘Ali Ridhwan (Linjah, Iran). Beliau –ketika dicap sebagai Wahhabi– berkata:
Jikalau mengikuti Ahmad dicap sebagai Wahhabi
Maka kutegaskan bahwa aku adalah Wahhabi
Kubasmi segala kesyirikan dan tiadalah ada bagiku
Rabb selain Allah Dzat Yang Maha Tunggal lagi Maha Pemberi

6. Asy-Syaikh Ahmad bin Hajar Al-Buthami (Qatar). Beliau berkata: “Sesungguhnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi adalah seorang da’i tauhid, yang tergolong sebagai pembaharu yang adil dan pembenah yang ikhlas bagi agama umat.”
7. Al ‘Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani (India). Kitab beliau Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, sarat akan pujian dan pembelaan terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.
8. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (Syam). Beliau berkata: “Dari apa yang telah lalu, nampaklah kedengkian yang sangat, kebencian durjana, dan tuduhan keji dari para penjahat (intelektual) terhadap Al-Imam Al Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dan mengaruniainya pahala–, yang telah mengeluarkan manusia dari gelapnya kesyirikan menuju cahaya tauhid yang murni…”
9. Ulama Saudi Arabia. Tak terhitung banyaknya pujian mereka terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya, turun-temurun sejak Asy-Syaikh masih hidup hingga hari ini.

Penutup
Akhir kata, demikianlah sajian kami seputar Wahhabi yang menjadi momok di Indonesia pada khususnya dan di dunia Islam pada umumnya. Semoga sajian ini dapat menjadi penerang di tengah gelapnya permasalahan, dan pembuka cakrawala berfikir untuk tidak berbicara dan menilai kecuali di atas pijakan ilmu.
Wallahu a’lam bish-shawab.

[1] Biografi beliau bisa dilihat pada Majalah Asy Syari’ah, edisi 21, hal. 71.
[2] Untuk lebih rincinya lihat kajian utama edisi ini/Musuh-musuh Dakwah Tauhid.
[3] Sebagaimana yang dinyatakan Ahmad Abdullah Al-Haddad Baa ‘Alwi dalam kitabnya Mishbahul Anam, hal. 5-6 dan Ahmad Zaini Dahlan dalam dua kitabnya Ad-Durar As-Saniyyah Firraddi ‘alal Wahhabiyyah, hal. 46 dan Khulashatul Kalam, hal. 228-261.
[4] Sebagaimana dalam Mishbahul Anam.
[5] Sebagaimana yang diterangkan pada kajian utama edisi ini/Hubungan Najd dengan Daulah Utsmaniyyah.
[6] Untuk lebih rincinya bacalah kitab Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’ad Asy-Syuwai’ir.
[7] Sebagaimana yang dinyatakan Ibnu ‘Abidin Asy-Syami dalam kitabnya Raddul Muhtar, 3/3009.
[8] Termaktub dalam risalah Sulaiman bin Suhaim.
[9]
Tuduhan Sulaiman bin Muhammad bin Suhaim, Qadhi Manfuhah.
[10]
Lihat ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 1/143-171.
[11] Ayah beliau, dan seorang ulama Najd yang terpandang di masanya dan hakim di ‘Uyainah.
[12] Paman beliau, dan sebagai hakim negeri Usyaiqir.
[13] Hafizh negeri Hijaz di masanya.
[14] Seorang faqih terpandang, murid para ulama Madinah sekaligus murid Abul Mawahib (ulama besar negeri Syam). Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mendapatkan ijazah dari guru beliau ini untuk meriwayatkan, mempelajari dan mengajarkan Shahih Al-Bukhari dengan sanadnya sampai kepada Al-Imam Al-Bukhari serta syarah-syarahnya, Shahih Muslim serta syarah-syarahnya, Sunan At-Tirmidzi dengan sanadnya, Sunan Abi Dawud dengan sanadnya, Sunan Ibnu Majah dengan sanadnya, Sunan An-Nasa‘i Al-Kubra dengan sanadnya, Sunan Ad-Darimi dan semua karya tulis Al-Imam Ad-Darimi dengan sanadnya, Silsilah Al-‘Arabiyyah dengan sanadnya dari Abul Aswad dari ‘Ali bin Abi Thalib, semua buku Al-Imam An-Nawawi, Alfiyah Al-’Iraqi, At-Targhib Wat Tarhib, Al-Khulashah karya Ibnu Malik, Sirah Ibnu Hisyam dan seluruh karya tulis Ibnu Hisyam, semua karya tulis Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani, buku-buku Al-Qadhi ‘Iyadh, buku-buku qira’at, kitab Al-Qamus dengan sanadnya, Musnad Al-Imam Asy-Syafi’i, Muwaththa’ Al-Imam Malik, Musnad Al-Imam Ahmad, Mu’jam Ath-Thabrani, buku-buku As-Suyuthi dsb.
[15] Ulama besar Madinah di masanya.
[16] Penulis kitab Kasyful Khafa‘ Wa Muzilul Ilbas ‘Amma Isytahara ‘Ala Alsinatin Nas.
[17] Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bertemu dengannya di kota Madinah dan mendapatkan ijazah darinya seperti yang didapat dari Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.
[18] Ulama terkemuka daerah Majmu’ah, Bashrah.
[19] Lihat Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, hal. 119
[20] Ibid, hal. 76.
[21]
Diringkas dari Haqiqatu Da’wah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab wa Atsaruha Fil ‘Alamil Islami, karya Dr. Muhammad bin Abdullah As-Salman, yang dimuat dalam Majallah Al-Buhuts Al-Islamiyyah edisi. 21, hal. 140-145.
[22] Diringkas dari Haqiqatu Da’wah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab wa Atsaruha Fil ‘Alamil Islami, karya Dr. Muhammad bin Abdullah As Salman, yang dimuat dalam Majallah Al-Buhuts Al-Islamiyyah edisi. 21, hal.146-149.
[23] Untuk mengetahui lebih luas, lihatlah kitab Da’watu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu’ayyidin, hal. 82-90, dan ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 2/371-474.
Sumber: Majalah Asy Syariah
Edisi II/No 22/1427 H/2006
Judul Asli: Siapakah Wahhabi ?
Halaman 5-11

Monday, June 1, 2015

Grow Your Own Culinary Herb Garden – Yard to Table

I mentioned several times during this ‘how to plant your own culinary herb garden’ video that I’d give a lot more specific information on the blog, but now that I’m here, I realize there’s not much more to tell you.

Herbs are very easy to grow, and besides basil, which doesn't like to dry out, they only require occasional watering. Any well-drained soil will work, but your best bet is to grab a bag of ready-to-use planting mix. Feel free to double check with the person at the nursery, but it’s basically potting soil with benefits. And, I did say nursery. Drive the extra mile, and talk to people that just sell plants.

I consider these herbs must-haves, but there are many more varieties you can try. I’ve done things like tarragon and cilantro in the past, and while they are a little more temperamental, they can be successfully cultivated.

Nothing beats being able to go out into the garden, and just take a pinch of this and a pinch of that. When you consider the cost of one of these plants is just a little more than for a single bunch at the market, why not have a few pots around, even if they’re on the windowsill? I hope you plant your garden soon. Enjoy!

NOTE: I’m not a gardening expert, so asking me specific question about soil types and weather issues will result in many a guess. My advice would be to use this video as an inspiration, and then check out some local gardening websites.

Cara Langkah Mudah Memasang SSL Pada Blogger



Cara Langkah Mudah Memasang SSL Pada Blogger

Rafi Orilya, Memasang SSL pada blogger? Apa mungkin? Yap sangat mungkin dan sudah saya praktekkan sendiri dan hasilnya sukses.

Sebelum menuju ke langkah-langkah selanjutnya mari kita pahami APA ITU SSL?
SSL atau Secure Socket Layer adalah sebuah protokal yang menyediakan authentikasi akhir dan privasi komunikasi di internet dengan menggunakan Cryptography dan akses SSL ini melalui Enkripsi lalulintas pada pengaksesannya. Kurang lebih seperti itu dari yang saya tau.

Nah seperti apa SSL?
Website yang menggunakan SSL dia akan melakukan akses pada https://
Contoh hasil blog saya yang sudah menggunakan SSL : https://www.rafi-orilya.science/

Cara Langkah Mudah Memasang SSL Pada Blogger


Kenapa harus pasang SSL pada blogger?
1. SSL akan mempengaruhi SEO pada blog anda
2. Akan lebih terlihat professional, contoh website-website yang sering kita kunjungi Facebook, Twitter, Google dll

Persiapan yang harus dipenuhi?
1. Telah menggunakan custom domain (bukan blogspot)
2. Memiliki akses kontrol NameServer pada domain
3. Mengikuti langkah selanjutnya

Berikut adalah langkah-langkah Mudah Memasang SSL Pada Blogger :
1. Daftarkan website ke CloudFlare [KLIK DISINI] untuk mendaftar
2. Add Website > Masukkan nama domain tanpa http://www > Klik Scan DNS Record
* Tunggu proses scanning 1 menit
3. Klik Continue
4. Silahkan masukkan data CNAME dan A Record blogger anda (sama seperti settingan ke custom domain)
5. Klik Continue
6. Pilih Free Plan (GRATISAN) > Klik Continue
7. Ubah Name Server domain ke name server CloudFlare yang tertulis > Klik Continue
Silahkan tunggu perubahan Nameserver (30 menit - 24 jam)

Silahkan cek Sampai Status: Active

Kemudian setting SSL CloudFlare sebagai berikut :
1. Pilih menu SPEED
* IP Geolocation = OFF
* Auto Minify = Centang SEMUA

2. Pilih menu CRYPTO
* SLL = Flexible

3. Pilih menu Firewall
* Security Level = Essentially Off

4. Pilih menu Caching
* Caching Level = Standard
* Browser Cache Expiration = 8 days
* Development Mode = Off

5. Pilih menu Page Rules
* Tambah Rules
1. URL pattern Masukkan > domainanda.com/*;*
2. Always use https > ON
3. Add rule
* Tambah Rules Lagi
1. URL pattern Masukkan > *.domainanda.com/*
2. Always use https > ON
3. Add rule


Selesai deh, ingat ikuti langkah-langkahnya secara urut yah biar bisa berhasil dengan sempurna. Kalau ada pertanyaan silahkan KOMENTAR saja sob.
Demikian posting kali ini semoga bermanfaat buat sobat yah.
Jangan lupa yah KLIK IKLAN dibawah dan KIRIM KOMENTAR untuk kemajuan blog ini.

Terima Kasih
Rafi Orilya Groups
by Rafi Aldiansyah Asikin

DIA di Atas Langit




Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsary

Amat mengherankan perkaranya ketika dimunculkan satu pertanyaan i’tiqodiyah, "Di mana Allah?", kita mendapatkan jawaban yang bermacam-macam dan berbeda-beda dari mulut-mulut kaum muslimin. Ada yang beranggapan bahwa tidak boleh mempertanyakan di mana Allah, tetapi tak sedikit pula yang menjawab, "Allah ada di mana-mana", lebih ironisnya ada yang mengatakan, "Allah tidak di atas, tidak juga di bawah, tidak di sebelah kanan tidak pula di sebelah kiri, tidak di barat tidak di timur, tidak di selatan tidak juga di utara."

Para pembaca, sungguh sangat memprihatinkan bila seorang muslim atau banyak muslim tidak mengetahui masalah pokok dalam agamanya ini, tapi apa hendak dikata bila memang realita yang ada menunjukkan demikian, satu fenomena yang cukup mu`sif (menyedihkan) menimpa ummat ini yang dilatarbelakangi dengan jauhnya dari pendidikan ilmu agama yang benar, sementara Allah telah berfirman (yang artinya),
 
"Allah menganugrahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Qur`an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran." (QS Al Baqoroh: 269).
 
"Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS Az Zumar: 9).

Bagaimana tidak dikatakan hal yang pokok dalam agama, pengetahuan tentang "di mana Allah?" tatkala ternyata Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya sebagai dalil akan kebenaran iman seseorang. Di dalam Shohih Muslim, dan Sunan Abi Daud, Sunan An Nasa`i, dan lainnya dari sahabat Mu’awiyah bin Hakam as Sulami, ia berkata: Aku punya seorang budak yang biasa menggembalakan kambingku ke arah Uhud dan sekitarnya, pada suatu hari aku mengontrolnya, tiba-tiba seekor serigala telah memangsa salah satu darinya -sedang aku ini seorang laki-laki keturunan Adam yang juga sama merasakan kesedihan- maka akupun amat menyayangkannya hingga kemudian akupun menamparnya (menampar budaknya, pent.), lalu aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kuceritakan kejadian itu padanya. Beliau membesarkan hal itu padaku, aku pun bertanya, "Wahai Rosulullah apakah aku harus memerdekakannya?" Beliau menjawab, "Panggil dia kemari!" Aku segera memanggilnya, lalu beliau bertanya padanya, "Di mana Allah?" Dia menjawab, "Di langit." "Siapa aku?" tanya Rosul. "Engkau Rosulullah (utusan Allah)" ujarnya. Kemudian Rosulullah berkata padaku, "Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang mu`min."

Di dalam hadits ini terkandung tiga pelajaran yang sangat signifikan.
  1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan keimanan sang budak ketika ia mengetahui bahwa Allah di atas langit.
  2. Disyari’atkannya ucapan seorang muslim yang bertanya "Di mana Allah?".
  3. Disyari’atkannya bagi orang yang ditanya hal itu agar menjawab, "Di atas langit." Sulaiman at Taimi, salah seorang tabi’in mengatakan, "Bila aku ditanya di mana Allah? Aku pasti akan menjawab di atas langit."

Para pembaca, apa jadinya jika ternyata sebagian kaum yang taunya sebatas "air barokah" dan orang-orang yang spesialisasinya hanya itu kemudian apriori untuk menolak bahkan lebih dari itu mengkafirkan orang yang mempertanyakan "Di mana Allah?" Ketahuilah bahwa siapa saja yang mengingkari permasalahan ini berarti ia telah mengingkari Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, wal ‘iyadzubillah bila kemudian mengkafirkannya. Jawaban seorang budak dalam hadits di atas sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya), "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit, bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu… Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu." (QS Al Mulk: 16-17).
 
Tidaklah mengherankan bila kemudian penetapan bahwa Dzat Allah di atas langit menjadi keyakinan para imam yang empat, imam Abu Hanifah -seorang alim dari negeri Iraq- berkata, "Barangsiapa yang mengingkari Allah ‘azza wa jalla di langit maka ia telah kufur!"
 
Imam Malik -imam Darul Hijroh- mengatakan, "Allah di atas langit, sedang ilmuNya (pengetahuanNya) di setiap tempat, tidak akan luput sesuatu darinya."
 
Muhammad bin Idris yang lebih dikenal dengan sebutan Imam asy Syafi’i berkata, "Berbicara tentang sunnah yang menjadi peganganku dan para ahli hadits yang saya lihat dan ambil ilmunya seperti Sufyan, Malik, dan selain keduanya, adalah berikrar bahwa tidak ada ilah (yang berhak untuk diibadahi secara benar) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu di atas ‘arsy di langit…"
 
Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, "Apakah Allah di atas langit yang ke tujuh di atas ‘arsyNya jauh dari makhlukNya, sedangkan kekuasaanNya dan pengetahuanNya di setiap tempat?" Beliau menjawab, "Ya, Dia di atas ‘arsyNya tidak akan luput sesuatupun darinya." (Lihat kitab Al ‘Uluw, Imam adz Dzahabi).

Aqidah yang agung ini telah tertanam dalam dada-dada kaum muslimin periode pertama, para salafus sholih ahlussunnah wal jama’ah. Berkata Imam Qutaibah bin Sa’id -wafat pada tahun 240 H-, "Ini adalah pendapat / ucapan para imam-imam Islam, sunnah, dan jama’ah, bahwa kita mengenal Rabb kita di atas langit yang ke tujuh di atas ‘arsyNya." Sehingga semakin jelaslah bahwa Allah di atas langit sebagai ijma ahlissunnah wal jama’ah yang berlandaskan Kitab, Sunnah, akal, dan fitrah. Allah berfirman (yang artinya),
 
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi." (QS As Sajdah: 5).
 
"KepadaNyalah naik perkataan yang baik dan amal sholeh yang dinaikkanNya." (QS Fathir: 10).
 
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhannya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun." (QS Al Ma’arij: 4).
 
"Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit…" (QS Al Mulk: 16-17).
 
"Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi." (QS Al A’laa: 1).
 
Dan ayat-ayat lainnya teramat banyak untuk disebutkan sampai-sampai sebagian besar kalangan Syafi’i mengatakan, "Di dalam Al Qur`an terdapat seribu dalil atau bahkan lebih menunjukkan bahwa Allah ta’ala tinggi di atas makhlukNya." (Majmu’ul Fatawa: 5/226). Di dalam Shohih Bukhori dan Muslim dari sahabat Abu Bakroh radhiyallahu ‘anhu bahwa ketika Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan manusia pada hari Arafah, beliau berkata (yang artinya), "Ya Allah, saksikanlah" (seraya mengangkat jari telunjuknya ke arah langit). Semua orang yang berakal akan menetapkan bahwa ketinggian adalah sifat sempurna sedangkan kebalikannya adalah sifat kekurangan, sementara Allah ‘azza wa jalla tersucikan dari hal-hal yang bersifat kekurangan, ini semua menunjukkan bahwa Dzat Allah di atas langit adalah suatu kesempurnaan bagiNya. Demikian pula secara fitroh, semua kaum muslimin di belahan dunia apabila berdo’a mengangkat kedua tangannya ke langit, tak didapatkan seorang pun dari mereka apabila mengatakan, "Ya Allah, ampunilah dosaku" mengarahkan kedua tangannya ke tanah -selama-lamanya!!- menunjukkan secara fitrah, semua manusia menetapkan bahwa Dzat Allah di atas langit.

Para pembaca, perjalanan waktu yang cukup lama aqidah Islam ini tak lagi dikenal dan diketahui mayoritas umat Islam, seakan-akan sirna dari sumbernya, malah sebaliknya faham-faham Jahmiyah, Asy’ariyah, Mu’tazilah, dan ahli kalam yang merajalela bak wabah penyakit yang menular. Kalangan anak-anak, remaja, dan para orang tua, bahkan sang ustadz atau kyai dan guru ngaji bila ditanya, "Di mana Allah?" serempak menjawab, "Allah ada di mana-mana." Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Sebagian yang dinisbatkan kepada ilmu berdalil atas pernyataannya itu dengan firman Allah (yang artinya), "Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada." (QS Al Hadid: 4). Memang menjadi ciri khas ahli bathil adalah "seenaknya mengambil dalil tetapi buruk ketika berdalil".
 
Ketahuilah bahwa ayat itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa Allah ada di mana-mana, sebab bila difahami demikian, maka tentu ketika seseorang berada di masjid Allah ada di situ, ketika di pasar Allah juga ada di situ, bahkan tatkala seseorang berada di tempat kotor sekalipun, seperti WC, maka Allah pun ada di situ! Maha tinggi Allah atas pernyataan-pernyataan ini. Tetapi maksud dari ayat itu "Dia bersama kamu…" ialah ilmuNya, pengawasanNya, penjagaanNya bersama kamu, sedang Dzat Allah di atas arsy di langit. (Lihat Tafsir Qur`anil Azhim: 4/317). Imam Sufyan ats Tsaury -wafat pada tahun 161 H- pernah ditanya tentang ayat ini "Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada." Beliau menjawab, "yakni ilmuNya." Hanbal bin Ishaq berkata: Abu Abdillah (Imam Ahmad, pent.) ditanya apa makna "Dan Dia bersama kamu"? Beliau menjawab, "Yakni ilmuNya, ilmuNya meliputi segala hal sedangkan Rabb kita di atas arsy…" Imam Nu’aim bin Hammad -wafat pada tahun 228 H- ditanya tentang firman Allah "Dan Dia bersama kamu" beliau berkata, "Maknanya tidak ada sesuatupun yang luput darinya, dengan ilmunya." (lihat Al ‘Uluw, Imam adz Dzahabi). Ketika Imam Abu Hanifah mengatakan, "Allah subhanahu wa ta’ala di langit tidak di bumi", ada yang bertanya, "Tahukah Anda bahwa Allah berfirman, ‘Dia (Allah) bersama kamu’?" Beliau menjawab, "Ungkapan itu seperti kamu menulis surat kepada seseorang "saya akan selalu bersama kamu" padahal kamu jauh darinya. (I’tiqodul a`immah al arba’ah).

Para pembaca -semoga dirahmati Allah- sudah saatnya kita tanamkan kembali aqidah yang murni warisan Nabi dan para salafus sholih ini di dalam jiwa-jiwa generasi Islam kini dan mendatang. Sungguh keindahan, ketentraman mewarnai anak-anak kita dan para orang tua saat kita tanyai "Di mana Allah?" lalu mereka mengarahkan jari telunjuknya ke atas dan berucap, "Allah di langit." Wallahul haadi ila sabilir rosyaad. Wal ilmu indallah.

Sumber: Al Wala’ Wal Bara’ 
Edisi ke-42 Tahun ke-1 / 03 Oktober 2003 M / 06 Sya’ban 1424 H
auto insurance, auto insurance quotes, auto insurance companies, auto insurance florida, auto insurance quotes online, auto insurance america, auto insurance comparison, auto insurance reviews, auto insurance calculator, auto insurance score, auto insurance quotes, auto insurance companies, auto insurance florida, auto insurance quotes online, auto insurance america, auto insurance comparison, auto insurance reviews, auto insurance calculator, auto insurance score, auto insurance ratings

Follow us on Facebook :P

Blogger news